Internet
ternyata tak hanya mengubah cara manusia hidup, namun juga bisa
mengubah cara kerja otak. Teori baru ini dikemukakan oleh seorang
ilmuwan ahli syaraf yang berpendapat bahwa perubahan revolusioner di
bidang teknologi berkemungkinan menempatkan kecerdasan teknologi di atas
kecerdasan manusia.
Dalam penelitian yang digodok serius oleh seorang ilmuwan spesialis syaraf dari UCLA California bernama Gary Small, menemukan bahwa pencarian lewat internet dan pesan teks bisa membuat otak menjadi mahir dalam menyaring informasi dan membuat keputusan dalam waktu singkat.
Namun, penelitian yang yang memang memfokuskan pada fungsi otak ini, juga menemukan beberapa kekurangan seperti dapat menimbulkan kecanduan pada internet yang notabene persahabatan di dalamnya adalah virtual alias tidak nyata dan bisa meningkatkan penyakit tak peduli pada kedaan sekitar atau dalam istilah ilmiahnya disebut Attention Deficit Disorder, di samping beberapa kelebihan yang telah berhasil diungkap seperti mampu mempercepat proses pembelajaran dan meningkatkan kreativitas. Dengan penemuan seperti ini, Small berani mengklaim bahwa generasi berpotensi di waktu mendatang merupakan campuran dari seseorang yang memiliki keahlian teknologis dan sosial, walaupun masih dalam persentase kecil.
“Saya melihat ada perubahan evolusioner di sini. Generasi penerus di waktu mendatang merupakan generasi yang mumpuni dalam keahlian teknologis serta keahlian bersosialisasi,” papar Small seperti diberitakan Reuters, Rabu (29/10/2008).
“Generasi masa depan tersebut nantinya akan memilih berbicara secara langsung ketika mendapatkan surat elektronik atau pesan instan ketimbang hanya duduk diam dan membalas surat elektronik itu lewat cara biasa,” tambah Small lagi.
Keberanian direktur dari Memory & Aging Research Centre ini untuk mengungkap teori baru tentang otak, berdasar dari keyakinannya bahwa otak merupakan organ hidup yang paling sensitif dalam menghadapi perubahan di lingkungan sekitar seperti yang sudah terjadi akibat perkembangan pesat teknologi. Small berujar bahwa di dalam 24 orang dewasa yang berpartisipasi dalam penelitiannya, ditemukan adanya aktivitas berlipat ganda di sebuah area tertentu di otak yang bisa mengontrol pemutusan sebuah keputusan dan kemampuan membuat alasan yang kompleks.
“Bila otak dijejali dengan tugas mental yang sama berulang kali maka bisa memperkuat jaringan neural tertentu sehingga mengakibatkan otak mengabaikan tugasnya yang lain,” terang Small.
Generasi yang terbentuk dari kecerdasan teknologi seperti ini, atau diistilahkan ‘digital natives’ oleh Small, dirasa bisa menimbulkan masalah karena otak mereka akan selalu memindai informasi baru yang berpotensi menciptakan stress bahkan kerusakan otak. Oleh sebab itu Small melalui penelitiannya ingin menggugah generasi muda masa kini yang pada umumnya menghabiskan sembilan jam di depan komputer, untuk mulai kembali ke kehidupan sosial sehingga bisa mencegah menipisnya kepedulian antarsesama.
“Sekaranng kita sudah mengahadapi situasi dimana orang-orang makin kehilangan kemampuan untuk melakukan kontak sosial dengan sesama serta tak mampu lagi untuk membaca emosi maupun bahasa tubuh orang-orang di sekitarnya. Oleh sebab itulah kita harus mulai mengurangi kontak dengan berbagai teknologi dan mulai kembali ke berbagai aktivitas manusiawi, seperti makan malam bersama keluarga. Semua itu perlu dilakukan kembali agar tercapai keseimbangan dalam hidup dan teknologi tidak mengambil alih cara manusia hidup dan berpikir,’ jelas Small.
Sumber: http://www.imam77.co.cc
Dalam penelitian yang digodok serius oleh seorang ilmuwan spesialis syaraf dari UCLA California bernama Gary Small, menemukan bahwa pencarian lewat internet dan pesan teks bisa membuat otak menjadi mahir dalam menyaring informasi dan membuat keputusan dalam waktu singkat.
Namun, penelitian yang yang memang memfokuskan pada fungsi otak ini, juga menemukan beberapa kekurangan seperti dapat menimbulkan kecanduan pada internet yang notabene persahabatan di dalamnya adalah virtual alias tidak nyata dan bisa meningkatkan penyakit tak peduli pada kedaan sekitar atau dalam istilah ilmiahnya disebut Attention Deficit Disorder, di samping beberapa kelebihan yang telah berhasil diungkap seperti mampu mempercepat proses pembelajaran dan meningkatkan kreativitas. Dengan penemuan seperti ini, Small berani mengklaim bahwa generasi berpotensi di waktu mendatang merupakan campuran dari seseorang yang memiliki keahlian teknologis dan sosial, walaupun masih dalam persentase kecil.
“Saya melihat ada perubahan evolusioner di sini. Generasi penerus di waktu mendatang merupakan generasi yang mumpuni dalam keahlian teknologis serta keahlian bersosialisasi,” papar Small seperti diberitakan Reuters, Rabu (29/10/2008).
“Generasi masa depan tersebut nantinya akan memilih berbicara secara langsung ketika mendapatkan surat elektronik atau pesan instan ketimbang hanya duduk diam dan membalas surat elektronik itu lewat cara biasa,” tambah Small lagi.
Keberanian direktur dari Memory & Aging Research Centre ini untuk mengungkap teori baru tentang otak, berdasar dari keyakinannya bahwa otak merupakan organ hidup yang paling sensitif dalam menghadapi perubahan di lingkungan sekitar seperti yang sudah terjadi akibat perkembangan pesat teknologi. Small berujar bahwa di dalam 24 orang dewasa yang berpartisipasi dalam penelitiannya, ditemukan adanya aktivitas berlipat ganda di sebuah area tertentu di otak yang bisa mengontrol pemutusan sebuah keputusan dan kemampuan membuat alasan yang kompleks.
“Bila otak dijejali dengan tugas mental yang sama berulang kali maka bisa memperkuat jaringan neural tertentu sehingga mengakibatkan otak mengabaikan tugasnya yang lain,” terang Small.
Generasi yang terbentuk dari kecerdasan teknologi seperti ini, atau diistilahkan ‘digital natives’ oleh Small, dirasa bisa menimbulkan masalah karena otak mereka akan selalu memindai informasi baru yang berpotensi menciptakan stress bahkan kerusakan otak. Oleh sebab itu Small melalui penelitiannya ingin menggugah generasi muda masa kini yang pada umumnya menghabiskan sembilan jam di depan komputer, untuk mulai kembali ke kehidupan sosial sehingga bisa mencegah menipisnya kepedulian antarsesama.
“Sekaranng kita sudah mengahadapi situasi dimana orang-orang makin kehilangan kemampuan untuk melakukan kontak sosial dengan sesama serta tak mampu lagi untuk membaca emosi maupun bahasa tubuh orang-orang di sekitarnya. Oleh sebab itulah kita harus mulai mengurangi kontak dengan berbagai teknologi dan mulai kembali ke berbagai aktivitas manusiawi, seperti makan malam bersama keluarga. Semua itu perlu dilakukan kembali agar tercapai keseimbangan dalam hidup dan teknologi tidak mengambil alih cara manusia hidup dan berpikir,’ jelas Small.
Sumber: http://www.imam77.co.cc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar