Selasa, 16 Oktober 2012

Hamil tanpa sperma? Ah, mana mungkin!

satumed.com - Seorang wanita hamil tanpa sperma pria? Mungkin berita ini kita anggap isapan jempol belaka. Tapi jangan kaget bila hal yang kita anggap tak masuk akal ini bakalan terjadi di masa mendatang.
Sebuah tim peneliti asal Australia baru saja menemukan cara baru untuk membuahi sel telur dengan menggunakan bahan genetik dari sel apapun dalam tubuh, bukan menggunakan sperma. Dan kabarnya teknik ini sangat bermanfaat bagi pasangan tak subur yang sangat mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah mereka.
Adalah Dr. Orly Lacham-Kaplan, dari Universitas Monash di Melbourne yang berada di balik pengembangan teknik anyar ini. Ia memaparkan bahwa pihaknya telah berhasil membuahi sel telur tikus dengan menggunakan sel-sel tubuh lainnya yang disebut sel-sel somatik.
Untuk melaksanakan teknik ini, mereka meniru proses yang terjadi selama pembuahan normal dimana dua set kromosom X dalam sebuah sel telur dipisahkan dan salah satunya kemudian 'dikeluarkan'. Sedang satu set sisanya akan membentuk kombinasi dengan satu set kromosom dari sel sperma.
Namun, mereka belum bisa memastikan apakah embrio-embrio tersebut dapat hidup terus. Hal ini baru bisa diketahui setelah embrio dipindahkan ke dalam rahim calon ibu untuk perkembangan selanjutnya.
"Dalam enam hingga delapan bulan ke depan, kami yakin bahwa kami bisa menemukan jawabannya, dan kami akan tahu apakah teknologi ini dapat ditindaklanjuti dan dapat dimanfaatkan untuk aspek-aspek klinis," kata Dr. Lacham-Kaplan.
Dr. Lacham-Kaplan menuturkan bahwa dirinya mulai menekuni penelitian ini karena hasratnya yang besar untuk meringankan beban kaum pria yang mendambakan anak tapi tak mampu karena tidak memiliki sel sperma ataupun sel-sel benih yang berpotensi menjadi sel sperma.
Revolusioner
Pakar fertilitas Prof. Robert Winston memandang teknik ini betul-betul revolusioner dan memiliki potensi penting. "Manfaat nyata dari teknik ini dirasakan oleh kaum pria yang tidak dapat menghasilkan sperma. Selama ini, kloning selalu menjadi pilihan mereka."
“Keunggulan dari teknik ini adalah membuat kloning menjadi sama sekali tidak perlu. Sebenarnya teknik ini jauh lebih baik dan secara etis, jauh lebih bisa diterima karena kromosom-kromosomnya diperoleh dari dua orang.”
Menurut Winston, secara teoritis orang bisa saja melakukan reproduksi sendirian dengan menggunakan teknik ini. Hanya saja, penggunaan kromosom dari orang yang sama secara masif dapat meningkatkan risiko kelainan genetik pada bayi yang dihasilkan.
Society for the Protection of the Unborn Child (SPUC) masih belum mengamini teknik ini. Seorang juru bicara mengatakan perkembangan cara-cara baru untuk menghasilkan embrio semakin menurunkan nilai kemanusiaan yang hanya dijadikan suatu komoditas di mata banyak orang.
Kelompok ini tidak menyangkal keinginan untuk memiliki anak dari setiap orang, tapi mereka mengingatkan supaya para orang tua juga memikirkan kepentingan si bakal anak. Kalau cara yang ditempuh berisiko terhadap perkembangan jasmani si bakal anak, sebaiknya cara ini dihindari. Mereka menyerukan supaya pengembangan metode baru ini ditangguhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar