Selasa, 16 Oktober 2012

Penyimpangan Perilaku Seks pada Remaja..!

• KISARAN usia remaja laki-laki dan perempuan adalah antara 14-15 tahun sampai dengan 17-18 tahun. Pada usia perkembangan tersebut, percepatan pertumbuhan fisik sangat menonjol, sementara itu ciri seks primer dan sekunder pun ikut mengalami pertumbuhan. Proses pertumbuhan tentu saja mengarah pada bentuk dan pematangan fungsi seperti layaknya manusia dewasa.
Gejolak emosional, sebagai penyertaan percepatan perkembangan fisik, sering terjadi begitu ekstrem sehingga menyulitkan remaja sendiri maupun lingkungannya. Konflik dengan orangtua dan keluarga pada umumnya akan berkembang, yang sering ditandai pada satu sisi oleh kebutuhan yang kuat untuk mandiri (otonom). Sedangkan pada sisi lain dalam kenyataannya ketergantungan baik moril maupun materiil masih sangat besar pada orangtua dan keluarga.
Pertumbuhan fisik yang spesifik terjadi adalah pematangan bentuk dan fungsi kelamin pada masa remaja. Pertumbuhan seks ini membawa konsekuensi psikologi yang juga cukup rumit dihadapi remaja, karena bersamaan dengan itu remaja pun menyadari akan munculnya kebutuhan fisik baru, yaitu dorongan seksual dan kebutuhan akan pemuasannya baik secara erotik maupun hubungan seksual.
Kenyataan akan kesenjangan antara pematangan fungsi biologi dan pematangan sosial psikologis pun menjadi kendala psikofisik cukup berat yang harus dihadapi remaja.
Pertumbuhan fisik remaja akan membuat remaja kelihatan mengarah pada bentuk tubuh dewasa, yang antara lain ditandai oleh tinggi badan yang bertambah, lebar punggung dan pinggul yang juga bertambah, dan panjang serta besarnya organ panca indera serta fungsinya yang semakin sempurna. Kecuali itu ciri-ciri seks sekunder pun tumbuh pula, yang pada laki-laki antara lain terdiri dari tumbuhnya buah jakun, bulu-bulu di area tubuh tertentu, pori-pori kulit membesar dan warna kulit pun menjadi agak kelam. Sementara pada perempuan, kecuali tumbuh bulu-bulu pada area tubuh tertentu, juga buah dada serta pinggul pun membulat dan membesar.
Dengan pematangan fungsi seksual, yaitu menstruasi pada remaja perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki, maka kelenjar seks pun memproduksi hormon yang mempengaruhi munculnya dorongan dan kebutuhan seksual erotis.
Percepatan pertumbuhan dan perkembangan fisik disertai pula gejala fisik lain yang dirasakan kurang nyaman oleh remaja. Remaja menjadi cepat lelah, malas, dan mudah mengantuk, sementara kuantitas dan kualitas makanan yang dibutuhkan pun meningkat. Kondisi ini akan diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Keinginan mengisolasi diri dari pergaulan umum maupun pergaulan keluarga.
b. Kejenuhan/kebosanan. Timbul rasa bosan melakukan kegiatan yang sebenarnya selalu dilakukan dengan senang hati, seperti bosan sekolah atau kegiatan sosial tertentu. Dengan demikian, prestasi sekolah umumnya menurun drastis.
c. Gangguan koordinasi. Sering remaja tidak menyadari besarnya tubuh saat ini sehingga aktivitas fisik sering dilakukan seperti seolah kelebihan tenaga.
d. Antagonisme sosial. Kebutuhan "otonom", mandiri berkembang sebagai konsekuensi perlakuan yang menuntut dari lingkungan terhadap remaja. Namun kenyataannya, remaja merasa ia sendiri belum yakin akan kemampuan untuk otonom, sehingga remaja sering dihadapkan pada situasi frustrasi.
e. Peningkatan emosionalitas. Kemurungan, cepat tersinggung, sifat-sifat provokatif, depresi, marah-gembira, silih berganti dalam waktu relatif singkat, sehingga sulit dimengerti oleh orangtua, keluarga, dan sekolah.
f. Kehilangan keyakinan diri. Perasaan selalu disalahkan lingkungan sering membuat remaja merasa kehilangan keyakinan diri. Hal ini diikuti rasa rendah diri yang eksesif pada untuk sementara remaja.
g. Kesadaran akan kebutuhan erotiks dan seksual yang mendorong rasa ingin tahu tentang masalah seks dan seksualitas.
BERANGKAT dari rasa ingin tahu yang sangat besar inilah kisaran perilaku seksual remaja berada dalam dimensi wajar/normal hingga menyimpang.
Gejolak emosi remaja yang fluktuatif seperti diungkapkan di atas, membawa remaja pada posisi bertanya-tanya tentang keadaan teman remaja lainnya. Mereka mempertanyakan keadaan teman sebaya dan hal inilah yang membuat kedekatan emosional remaja menjadi erat dengan teman sesama remaja.
Kedekatan emosional yang terjalin terkadang bahkan menggeser kedekatan emosional antara remaja dengan orangtua dan keluarga. Mereka terkesan kompak dan saling melindungi. Rasa ingin tahu tentang hal seks pun diungkap dalam relasi dengan teman sebaya. Oleh berbagai sebab memang terdapat kondisi mental remaja yang secara dimensional dapat diungkap sebagai kondisi remaja sehat mental sampai dengan remaja yang bermasalah.
Remaja bermasalah akan ditandai oleh rasa rendah diri yang intensitasinya tinggi, sangat labil secara emosional, sulit bergaul, dan terpaku pada gejolak emosi serta dorongan seksual semata.
Karakteristik remaja bermasalah adalah:
a. Remaja bermasalah pada dasarnya kurang mampu berkawan dan tidak populer. Ia akan secara berlanjut mengisolasi diri, rasa ingin tahu tentang seks akan dilampiaskan dengan atau melalui kegiatan masturbasi/onani yang berlebihan yang membuat remaja semakin rendah diri karena rasa bersalah dan takut diketahui orang lain.
b. Pada remaja bermasalah yang dikuasai dorongan agresi dan antagonistik, maka kepekaan terhadap pengaruh perilaku seks menyimpang pada umumnya akan lebih tinggi. Pada umumnya mereka juga rawan terhadap pengaruh penggunaan obat-obatan dan minuman keras. Remaja tipe ini akan menyalurkan rasa ingin tahu terhadap seks melalui membaca "terbitan stensilan" di antara teman remaja sekelompok, menonton film biru, dan melakukan eksperimen seksual dengan cara onani bersama teman remaja, mencoba hubungan seksual dengan lawan jenis sebaya, bahkan dengan pekerja seks, mencoba perilaku seks homoseksual dengan teman sebaya atau dengan waria yang berprofesi sebagai prostitusi, melakukan pemerkosaan bersama teman terhadap korban yang ditemui di jalan.
Dengan perilaku tersebut remaja akan mengembangkan sikap seksual negatif yang ditandai perilaku psikososioseksual sebagai berikut:
1. Perkembangan sikap seksual negatif, sehingga mengalami kesulitan dalam menjalin relasi heterososial yang baik. Ia akan memperlakukan lawan jenisnya dengan cara tidak sesuai dengan tatanan normatif yang berlaku.
2. Remaja tipe ini akan secara bertahap kehilangan makna sakral hubungan seks antarjenis kelamin. Ia akan menganggap seks sebagai sesuatu yang dapat dengan mudah diperjualbelikan.
3. Dengan kehilangan makna sakral masalah seksual, remaja ini akan menempatkan dorongan seksual tidak lebih tinggi dari sekadar dorongan hewani. Tentu saja kondisi ini akan mendorong remaja berperilaku seks bebas yang membawa konsekuensi terserang penyakit kelamin sepertigonorhoe, herpesseksual, sifilis,bahkan AIDS. *
[http://www.kompas.com/kesehatan/news/0303/02/023130.htm]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar