Selasa, 16 Oktober 2012

Menguak Misteri Palung Jawa

MULAI hari ini, 6 Oktober 2002, para ilmuwan kelautan Indonesia, Jepang, dan Jerman menggelar Ekspedisi Palung Jawa 2002 (Java Trench Expedition 2002) selama sebulan. Tujuannya untuk mengeksplorasi potensi sumber daya laut hayati dan nonhayati di Palung Jawa yang berlokasi di Samudera Hindia, selatan Jawa. Untuk pertama kalinya, para ilmuwan kelautan Indonesia yang dikomandoi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan peserta dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP), Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, dan Institut Teknologi Bandung, bersama para ilmuwan Japan Marine Science & Technology Center (JAMSTEC) dan para ilmuwan Jerman, akan turun ke dasar Palung Jawa.
Mereka menggunakan kapal selam Shinkai 6500, yang mampu menyelam sampai kedalaman 6.500 meter dari permukaan laut. Melalui ekspedisi yang spektakuler ini, para ilmuwan Indonesia mendapat kesempatan menguji kecanggihan Shinkai 6500.
Kapal selam yang amat canggih ini berawak tiga orang. Seluruh badan kapal dibalut baja titanium sehingga mampu bertahan pada tekanan 600 atmosfer di kedalaman 6.500 meter.
Hal lain yang amat menantang adalah Ekspedisi Palung Jawa 2002 membuka kesempatan bagi para ilmuwan Indonesia untuk meneliti zona subduksi akibat bertumbukannya Lempeng Tektonik Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, serta mengamati kehidupan biota laut dalam, bila ada, di wilayah tanpa sinar Matahari dan tanpa adanya proses fotosintesis itu.
Seperti diketahui, Lempeng Tektonik Indo-Australia terus bergerak ke arah utara dengan kecepatan rata-rata 4 - 6 sentimeter per tahun. Di wilayah Palung Jawa, Lempeng Tektonik Indo-Australia tadi bertumbukan dengan Lempeng Eurasia dan menunjam kebawah Lempeng Eurasia.
Proses pertumbukan dan subduksi kedua lempeng tektonik tadi mengakibatkan adanya gempa bumi di sepanjang Palung Jawa dan menyambung terus sampai ke wilayah Sukabumi dan Jawa Barat Selatan.
***
EKSPEDISI Indonesia-Jerman 1998 di Palung Jawa berhasil membuat interpretasi kondisi struktur geologi di wilayah ini dari data pantulan seismik multikanal.
Tekanan dari selatan ke arah utara dan penunjaman Lempeng Tektonik Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia membentuk Palung Jawa yang dalamnya mencapai 7000 meter. Selain itu, pinggiran Lempeng Eurasia mengalami akresi dan menampilkan struktur geologi Patahan Naik dan struktur Splinter. Di sinilah gempa bumi dipicu.
Menuju ke arah daratan Jawa, pergerakan lempeng tektonik ini membentuk pula endapan sedimen Cekungan Busur Depan (Fore Arc Basin) yang diprakirakan memiliki potensi minyak dan gas bumi.
Dengan sarana kapal selam Shinkai 6500 pula, para ilmuwan Indonesia untuk pertama kalinya akan mengamati kehidupan biota laut di dasar Palung Jawa, wilayah tanpa sinar Matahari, yang bertekanan sampai 600 atmosfer, atau 600 kali dari tekanan 1 atmosfer di muka bumi.
Bila tanpa kapal selam, maka badan manusia akan remuk dihajar tekanan 600 atmosfer ini, mengecil menjadi tinggal sepertiganya saja. Anehnya, biota-biota laut tetap hidup dikedalaman 6.000 meter. Badan mereka penuh berisi air sehingga tekanan di luar badan dan di dalam badan hampir setara.
***
IKAN dan biota laut yang hidup pada kedalaman 3.000 meter atau lebih, biasanya bergerak lambat, memiliki rahang dan gigi yang besar serta beberapa mengeluarkan sinar cahaya untuk menarik mangsa.
Di kedalaman 6.000 meter, biota biota laut hidup dengan cara kemosintesis, yaitu menyantap materi kimiawi yang disemburkan oleh gunung-gunung api di dasar laut yang terus aktif sampai sekarang.
Proses terjadinya gempa bumi, eksplorasi potensi minyak dan gas di Samudera Hindia Selatan Jawa, serta kehadiran makhluk-makhluk aneh di dasar laut pada kedalaman 6.000 meter, tentu akan menjadi kajian menarik para ilmuwan Indonesia saat menguak misteri Palung Jawa melalui Ekspedisi ini.
Indroyono Soesilo Peneliti di Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar